Sebagai orangtua tentunya sangat
senang ketika mempunyai anak yang pertumbuhan fisik dan perkembangan mentalnya
cukup sempurna sesuai dengan usia kalendernya. Namun ada juga beberapa orangtua
yang mempunyai anak disebut normal tetapi ternyata bermasalah. Yang dimaksud
anak normal tapi bermasalah di sini adalah anak yang kurang mampu
mengintegrasikan berbagai input sensonik dengan baik, yaitu anak-anak yang mempunyai
masalah S.I. (Sensory Integrasi) akan menunjukan perilaku yang kurang dapat
menunjang keberhasilannya dalam berperan sebagai anak seusianya, anggota
keluarga di rumah, teman anak-anak sebayanya, murid di sekolah, dan dirinya
sendiri. Umumnya masalah yang sering dikeluhkan oleh orangtua adalah adanya masalah gangguan perilaku, gangguan
konsentrasi, gangguan emosi dan gangguan perilaku lainnya.
Apa itu sensory integrasi ?
Sensory integrasi adalah sebuah proses otak alamiah
yang tidak disadari. Dalam proses ini informasi dari seluruh indera akan
dikelola kemudia diberi arti lalu disaring, mana yang penting dan mana yang
diacuhkan. Proses ini memungkinkan kita untuk berprilaku sesuai dengan
pengalaman dan merupakan dasar bagi kemampuan akademik dan prilaku sosial.
Setiap detik, menit dan jam tak terhitung berapa
banyak informasi sensori yang masuk kedalam tubuh manusia seperti aliran air
sungai yang tak hentinya. Tidak hanya dari telinga dan mata, tapi dari seluruh
bagian tubuh. Sang anak harus mampu untuk mengatur seluruh sensori tersebut
jika seseorang ingin bergerak, belajar dan berprilaku. Sensori tersebut
memberikan informasi tentang kondisi fisik tubuh dan lingkungan disekitar.
Kesulitan belajar yang disebabkan masalah pada sensori
integrasi membuat sang siswa kesulitan mengatur informasi yang masuk membuatnya
sulit untuk berkonsentrasi dan menyerap materi pelajaran. Sehingga memunculkan
beberapa prilaku yang bersifat spesifik terhadap masalah pengintegrasian
sensorinya.
Ada 7 sistem indera yang menjadi perhatian dalam
Sensori integrasi yakni, penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman, taktil
(perabaan), vestibular (kesigapan tubuh), dan proprioseptif (posisi dalam
ruang).
- Organ vestibular terletak di mata, kanal dalam telinga, dan otak kecil. Fungsinya sebagai pengatur informasi dan pengatur kesigapan dan keseimbangan gerak tubuh. Bila organ ini bekerja baik, kita dapat dengan mudah mengatur gerak tubuh ke arah atas-bawah, kanan-kiri, depan-belakang dan membedakannya dengan baik.
- Sistem proprioseptif adalah otot, sendi, dan ligamen. Sistem indera ini juga membantu kita dalam bergerak dan menyesuaikan posisi di dalam ruang.
Proses sensori integrasi terjadi secara bertahap,
kegagalan di satu tahap akan berpengaruh pada tahap berikutnya. Anak yang
optimal dalam proses sensory integrasi akan memiliki kemampuan komunikasi,
kemampuan mengatur, harga diri, kepercayaan diri, kemampuan akademik, kemampuan
berfikir abstrak dan penalaran, serta spesialisasi setiap sisi tubuh dan otak.
Hasil akhir proses sensrori integrasi tersebut baru tercapai saat anak mulai
usia SD.
Pada kebanyakan anak, perkembangan dari proses S.I.
ini terjadi secara ilmiah ketika anak-anak ini melakukan berbagai aktifitas
sehari-hari sejak masa bayi samapi dia siap untuk bersekolah. bila proses S.I.
ini berfungsi dengan baik, maka otak dapat berkembang dengan baik, sehingga pada
usia sekolah, si anak akan mampu :
- memberikan reaksi yang baik terhadap berbagai informasi sensorik yang biasa diterima oleh anak sekolah.
- menunjukan tingkat perkembangan sensori-motor, kognitif, emosi, dan sosialisasi yang sesuai dengan umurnya
- menghadapi berbagai tuntutan akademis yang selalu bertambah sejalan dengan bertambahnya umur anak.
Dilain pihak, anak-anak yang mengalami gangguan dalam
perkembangan Sensory Integration, dengan perkataan lain mengalami masalah
Sensory Integration biasanya menunjukan berbagai masalah dalam belajar dan/atau
perilaku. Anak-anak ini mungkin memperlihatkan satu atau lebih dari
gejala-gejala dibawah ini :
- hambatan prestasi sekolah
- kurang percaya diri
- masalah emosi dan/atau sosialisasi
- tampak terlalu aktif ataupun terlalu pendiam
- perhatiannya mudah teralih
- kurang dapat mengontrol diri
- terlalu peka atau kurang peka terhadap sentuhan, gerakan, suara, dsb.
- gerakannya tampak kikuk tidak luwes atau tampak serampangan
- hambatan pada perkembangan keterampailan motorik ,bicara ,dan / atau pengertian bahasa
- kadang-kadang tampak tidak perduli pada orang sekitarnya
Bila seorang anak menunjukan beberapa gejala gangguan
sensory integration seperti yang telah diuraikan di atas, seringkali orang
tuanya menanyakan mengenai penyebabnya. Pada saat ini penyebab gangguan sensory
integration pada seorang anak tertentu biasanya sulit untuk ditujukan dengan
pasti.
Menurut Miller dan kawan-kawan (2004) membagi gangguan
sensori integrasi ke dalam 3 (tiga) kelompok besar:
1. Gangguan sensori modulasi (sensory
modulation disorder), yaitu kesulitan dalam mengatur intensitas respon
adaptif terhadap suatu stimulus tertentu. Individu yang mengalami ganguan
modulasi dapat menunjukan reaksi yang tidak sesuai dengan situasi. Menunjukan
reaksi berlebihan atau bahkan tidak bereaksi.
Contoh :
- anak tidak tahan dengan suara blender, maka ia akan menangis, menutup telinga, lari ke kamar atau minta blender dimatikan.
2. Gangguan diskriminasi sensori (sensory
discrimination disorder), yaitu ketidakmampuan dalam mengartikan kualitas
sentuhan, gerakan dan posisi tubuh atau kesulitan dalam mempersepsikan suatu
input secara tepat (Bundy, dkk, 2002).
Contoh :
- mainan sering rusak, karena anak tidak bisa mengontrol kekuatan
- menulis terlalu tebal atau tipis. Gangguan diskriminasi visual akan menghambat anak dalam perkembangan membaca. Sedangkan gangguan diskriminasi taktil akan mengganggu perkembangan motorik halus, seperti menulis.
3, Gangguan praksis (sensory based
motor-disorder), yaitu ketidak mampuan dalam merencanakan suatu gerak
motorik baru, sebagai manifestasi gangguan pemrosesan sensoris dari sistem
vestibuler dan proprioseptif (Bundy, dkk, 2002).
Contoh : Anak lebih lama melakukan sesuatu dari anak
lain, misalnya belajar naik sepeda, menalikan sepatu, menulis, dsb. Ada pula
anak yang menghindari berbagai aktivitas karena tidak dapat melakukan
dengan baik.
Pada umumnya masalah sensory integration ditemukan
pada anak-anak yang mengalami masalah perkembangan seperti ADHD, Gangguan
Perkembangan Pervasif (meliputi Autisme, Sindroma Asperger, dan Multi System
Developmental Disorder), Gangguan Belajar, Gangguan perkembangan bahasa, dsb.
Pada anak-anak tersebut, masalah sensory integration ditemukan menyertai
masalah perkembangan yang utama (yang mendapat diagnosa medik).
Pada anak-anak dibawah tiga tahun
kadang-kadang ditemukan sekumpulan masalah perilaku yang sangat erat kaitannya
dengan kemampuan otak anak. Anak-anak yang mempunyai masalah registrasi input
sensorik, sulit memahami hal-hal yang terjadi, karena otaknya dari waktu ke
waktu tidak dapat meregister input sensorik yang diterima oleh alat-alat
inderanya. Dengan terapi sensory integration anak-anak ini akan dibantu untuk
dapat meregister, memproses dan memahami berbagai input sensorik, sehingga dia
akan lebih mengerti apa-apa yang terjadi di sekitarnya, dan bagaimana dia harus
memberikan reaksi yang sesuai. Pada anak-anak di bawah 3 tahun, terapi sensory
integration membuat mereka dapat melakukan eksplorasi dengan lebih bermakna;
baik dalam lingkungan fisik maupun terhadap lingkungan sosial. Hal ini dimungkinkan
karena dia jadi mampu melakukan analisa terhadap input-input sensorik yang
dihadapinya, dengan lebih tepat. Hal ini berkaitan pula dengan masalah modulasi
yang sering disertai dengan masalah dalam memustakan perhatian. Setelah
mengikuti sensory integration, anak-anak yang perhatiannya mudah teralih dan
sulit untuk memusatkan perhatian akan menunjukan peningkatan kemampuan untuk
memusatkan perhatian. Maka dia lebih mampu menyimak, mencerna dan memahami
hal-hal yang ada disekitarnya. (dikutip dari berbagai sumber).
(amel/tcap/VIII/16)